Riset Ringan Riset Ringan
  • Beranda
  • Tentang Kami
  • Ekologi (Islamic Ecology)
  • Ekonomi Islam (Islamic Finance)
  • Gerakan Sosial (Social Movement)
  • Islamic Studies
  • Isu Perempuan (Woman Issues)
  • Nalar Salim
    • Nalar Insani
    • Nalar Sufi
    • Nalar Tafsir
  • Kajian Bahasa (Sastra)
  • Kajian Filsafat (Philosophical Discourse)
  • Kewarganegaraan
  • Liputan Khusus
  • Pendidikan (Education)
  • Studi Kebudayaan (Cultural Studies)
  • Teknologi Informasi (Informatic Technology)
  • Wawancara
  • Kirim Tulisan
Rubrik
  • Ekologi (Islamic Ecology)
  • Ekonomi Islam (Islamic Finance)
  • Gerakan Sosial (Social Movement)
  • International Article
  • Islam dan Teknologi Informasi
  • Islamic Studies
  • Isu Perempuan (Woman Issues)
  • Kajian Bahasa (Sastra)
  • Kajian Filsafat (Philosophical Discourse)
  • Kewarganegaraan
  • Kuliah Subuh Ramadhan
  • Kultum Ramadhan
  • Liputan Khusus
  • Muhammadiyah
  • Nalar Insani
  • Nalar Salim
  • Nalar Sufi
  • Nalar Tafsir
  • Pendidikan (Education)
  • Reportase
  • Resensi Buku
  • Resensi Buku
  • Studi Kebudayaan (Cultural Studies)
  • Teknologi Informasi (Informatic Technology)
  • Uncategorized
  • Wawancara
Riset Ringan Riset Ringan
Riset Ringan Riset Ringan
  • Beranda
  • Tentang Kami
  • Kategori
    • Nalar Salim
      • Nalar Tafsir
      • Nalar Insani
      • Nalar Sufi
    • Ekologi (Islamic Ecology)
    • Ekonomi Islam (Islamic Finance)
    • Gerakan Sosial (Social Movement)
    • Islamic Studies
    • Isu Perempuan (Woman Issues)
    • Kajian Bahasa (Sastra)
    • Kajian Filsafat (Philosophical Discourse)
    • Kewarganegaraan
    • Liputan Khusus
    • Pendidikan (Education)
    • Studi Kebudayaan (Cultural Studies)
    • Teknologi Informasi (Informatic Technology)
    • Wawancara
  • Kirim Tulisan
  • Islamic Studies
  • Nalar Sufi

Manusia Era Modern dan Tasawuf

  • December 11, 2023
  • Redaksi Riset Ringan
Total
0
Shares
0
0
0

Oleh: Alvin Qodri Lazuardy, S.Ag, M.Pd

Pada zaman dark age Eropa, terjadi konflik sengit antara agama (Kristen) dan ilmu pengetahuan, di mana ilmuwan harus patuh pada otoritas Gereja, dan segala bentuk perbedaan dihadapi dengan inkuisisi. Akibatnya, banyak orang pada masa itu merasa tertekan, dan pernyataan Nietzsche, “Tuhan telah mati, aku yang membunuhnya,” mencerminkan perasaan mereka. Dengan melepaskan agama dan simbol-simbol Tuhan, mereka melihat agama sebagai penghalang bagi kebebasan berpikir dan bertindak. Maka, sekularisasi dan modernisasi menjadi reaksi terhadap Gereja.

Dalam era modern, kita melihat manusia hidup dalam dunia yang penuh dengan perubahan, peremehan, dan kesenangan relatif. Seyyed Hossein Nasr, dalam bukunya “Tasauf Dulu dan Sekarang,” mengungkapkan bahwa banyak orang modern lebih fokus pada hal-hal progresif yang berubah-ubah, sementara konsep-konsep metafisik, spiritual, dan kejiwaan terabaikan. Salah satu akar masalahnya mungkin adalah disorientasi terhadap konsep manusia itu sendiri, dari mana manusia berasal, bagaimana mereka menjalani hidup, dan kemana mereka akan kembali.

Sangat berbeda dengan Konsep Manusia dalam Islam. Konsep manusia dalam Islam sangat penting untuk memahami kebutuhan akan tasawuf. Manusia dalam Islam dianggap sebagai makhluk fitrah yang fitrahnya mendefinisikan pengakuan akan Allah sebagai Tuhan. Ini adalah kesepakatan manusia sebelum kelahirannya ke dunia ini. Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda, “Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.” Ini menunjukkan bahwa manusia dilahirkan dengan fitrah yang murni, dan agama atau keyakinan orang tua yang memengaruhi identitas agamanya.

Kelahiran manusia, seperti yang disebutkan dalam Al-Quran, adalah penciptaan yang paling sempurna. Manusia diciptakan dengan sebaik-baik penciptaan, dan dia diberi kemampuan berbicara dan berpikir (an-nafs an-nathiqoh). Kemampuan berbicara dan berpikir ini adalah akal (‘aql), yang memungkinkan manusia memahami kebenaran dan membedakan antara yang benar dan yang salah. Namun, akal (‘aql) juga memerlukan bimbingan yang lebih tinggi, yaitu wahyu atau informasi yang valid (khabar shadiq) yang disampaikan oleh Allah melalui para nabi, ini melibatkan pengembangan akal dan nalar yang tajam, sehingga manusia dapat memahami kebenaran sejati dan mengarahkan hidupnya sesuai dengan ajaran agama. Akal akan membantu manusia membedakan antara yang benar dan yang salah, dan wahyu menjadi panduan utama dalam menjalani kehidupan yang benar.

Sufisme (tasawuf) dalam Islam adalah salah satu cara untuk mendalami dimensi spiritual dan mendekatkan diri kepada Allah. Seyyed Hossein Nasr adalah seorang pemikir yang mendalami konflik antara dunia modern dan spiritualitas. Ia menganggap bahwa manusia modern cenderung memperlakukan alam dan lingkungan seperti objek yang bisa dieksploitasi tanpa perhatian terhadap nilai-nilai spiritual. Nasr menggunakan analogi bahwa orang pra-modern memperlakukan alam seperti istri, yaitu dengan merawat dan menghormati, sementara manusia modern memperlakukan alam seperti pekerja seks komersial (PSK), yaitu dengan mengeksploitasi tanpa perawatan dan perhatian.

Dalam pandangan Nasr, kesenjangan antara dunia modern dan spiritualitas bisa memicu krisis dalam diri manusia modern, yaitu rasa kekosongan (alienation) dan bingung. Mereka mungkin mencari makna dan koneksi yang hilang dalam kehidupan modern, dan tasawuf atau jalan spiritualitas bisa menjadi jalan untuk mencapai makna tersebut.

Mengenai Tasawuf,  adalah cabang spiritualitas dalam Islam yang bertujuan untuk mendalami hubungan individu dengan Allah. Ini melibatkan pencarian makna dalam kehidupan, pengembangan akhlak, dan pemahaman yang lebih dalam tentang alam semesta. Sebagai konsep dalam Islam, tasawuf menekankan pentingnya pengejaran kesadaran dan pemurnian hati.

Tasawuf memandang manusia sebagai makhluk yang harus melalui proses transformasi diri untuk mencapai kesempurnaan, yang dikenal sebagai Insan Kamil (manusia sempurna). Ini melibatkan tiga tahap utama: tazkiyah (pembersihan), tarbiyah (pendidikan), dan tasfiyah (pemurnian). Proses ini membantu manusia mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang hakikat eksistensi, melepaskan diri dari keduniaan, dan mendekatkan diri kepada Allah.

Tasawuf memberikan wawasan tentang realitas spiritual dan mengatasi perasaan kekosongan yang sering dirasakan oleh manusia modern. Ini memberikan pedoman untuk mengembangkan kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupan sehari-hari, yang sering terlupakan dalam dunia modern yang penuh dengan kesibukan dan materi.

Konsep manusia dalam Islam menawarkan wawasan yang dalam tentang fitrah manusia dan perannya dalam pencarian kebenaran. Tasawuf adalah jalan spiritual dalam Islam yang membantu manusia mendekatkan diri kepada Allah dan memahami dimensi spiritual yang sering terabaikan dalam dunia modern. Untuk mengatasi perasaan kekosongan dan bingung yang sering dirasakan oleh manusia modern, tasawuf dapat menjadi cara untuk menemukan kembali makna dalam kehidupan dan menghubungkan diri dengan asal-usul kemanusiaan mereka.

Dalam dunia modern yang terlalu fokus pada kemajuan material dan duniawi, pemahaman tentang tasawuf dan konsep manusia dalam Islam dapat memberikan kontrast yang seimbang, mengingatkan manusia akan makna spiritualitas dan kebahagiaan yang sejati. Melalui pendekatan ini, manusia modern dapat mencapai keseimbangan antara dunia material dan spiritual, dan dengan demikian, merasa lebih memenuhi dan terhubung dengan diri mereka, alam, dan Allah.

Referensi:

Seyyed Hossein Nasr. (2022) Tasauf Dulu dan Sekarang, Pustaka Firdaus

Al-Attas, S. M. N. (1995b). Prolegomena To The Metaphysics Of Islam An Exposition Of The Fundamental Elements Of The Worldview Of Islam. Institut Antarbangsa Pemikiran Tamaddun Islam (ISTAC).

Anas, M. (2017). Kritik Hossein Nasr Atas Problem Sains Dan Modernitas. Kalam, 6(1), 21. https://doi.org/10.24042/klm.v6i1.391

Total
0
Shares
Share 0
Tweet 0
Share 0
Related Topics
  • Krisis
  • Lingkungan
  • Manusia
  • Modern
  • Tasawuf
Redaksi Riset Ringan

Previous Article
  • Gerakan Sosial (Social Movement)
  • Kewarganegaraan

Sosial Media Sebagai Ruang Demokrasi Gen.Z

  • December 10, 2023
  • Redaksi Riset Ringan
View Post
Next Article
  • Islamic Studies
  • Nalar Sufi

Al-Ghazali: Menyatukan Ilmu dan Hidayah dalam Perjalanan Ruhani

  • December 12, 2023
  • Redaksi Riset Ringan
View Post
You May Also Like
View Post
  • Islamic Studies
  • Nalar Salim

Berpikir dengan Framework Wahyu (Al-Qur’an)

  • Redaksi Riset Ringan
  • March 25, 2025
View Post
  • Islamic Studies

Konsep Wahyu dan Nuzulul Qur’an

  • Redaksi Riset Ringan
  • March 18, 2025
View Post
  • Ekologi (Islamic Ecology)
  • Islamic Studies

Risalah Ekologis: Menyadari Keterkaitan Islam dengan Isu Lingkungan

  • Redaksi Riset Ringan
  • March 13, 2025
View Post
  • International Article
  • Islamic Studies

The Levels of Taqwa

  • Redaksi Riset Ringan
  • March 10, 2025
View Post
  • Islamic Studies
  • Muhammadiyah

Empat Kompetensi Dasar Kader Muhammdiyah

  • Redaksi Riset Ringan
  • February 7, 2025
View Post
  • Islamic Studies
  • Isu Perempuan (Woman Issues)
  • Resensi Buku

Hijrah Kaffah for Muslimah Milenial: Sebuah Proses Tanpa Henti Menuju Perbaikan Diri

  • Redaksi Riset Ringan
  • January 29, 2025
View Post
  • Islamic Studies
  • Nalar Insani
  • Studi Kebudayaan (Cultural Studies)

Peradaban Islam dan Ilmu

  • Redaksi Riset Ringan
  • January 17, 2025
View Post
  • Islam dan Teknologi Informasi
  • Islamic Studies
  • Teknologi Informasi (Informatic Technology)

Islam dan Dunia Digital

  • Redaksi Riset Ringan
  • January 10, 2025

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Subscribe

Subscribe now to our newsletter

Riset Ringan Riset Ringan
Artikel Ringan dan Bernas

Input your search keywords and press Enter.